Saudara kaum muslimin dan
muslimat yang berbahagia
Marilah kita senantiasa
meningkatkan kualitas taqwa kita kepada Allah ta’ala, taqwa dalam arti
menjalankan segala perintahNya, dan menjauhi segala larangannya.
Ramadhan telah lalu
meninggalkan kita, bersama dengan malam-malam indahnya yang penuh berkah dengan
shalat tarawih bersama, siang-siang yang penuh rahmat karena kaum muslimin
serempak menahan hawa nafsunya dengan berpuasa, dilipatgandakan nilai pahala
ibadahnya, puasa dalam arti bukan saja menahan nafsu makan dan minum, namun
juga nafsu untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah ta’ala, seperti
berdusta, menggunjing orang lain, menghasud, dengki, berburuk sangka dan
berbagai maksiat lainnya. Di bulan itu pula kita telah berhasil memperbanyak
amal saleh, bertadarrus membaca al Qur’an, bershodaqoh, shalat malam, dan lain
sebagainya. Mudah-mudahan Allah ta’ala menjadikan kita sebagai golongan
orang-orang yang pantas untuk masuk ke dalam surganya melalui pintu ar Rayyan,
pintu khusus bagi orang-orang yang berpuasa, serta menerima amal ibadah kita di
bulan Ramadhan dan mengampuni dosa-dosa kita.
Di hari raya Idul Fitri
ini, sungguh kita benar-benar berada dalam karunia dan rahmat Allah subhanahu
wata’ala yang amat besar, karena saat ini, kita dikumpulkan oleh Allah ta’ala
di tempat ini dengan tujuan menggapai kemuliaan di hadapan Allah ta’ala, sudah
sepantasnyalah, kita selaku kaum muslimin berbahagia dengan datangnya hari ini,
karena hari ‘id merupakan hari kemenangan dan kesenangan bagi kaum muslimin,
kesenangan kaum muslimin di dunia adalah ketika telah sempurna melaksanakan
perintah Allah ta’al, ibadah yang semata-mata dikerjakan karena kesadaran kita
sebagai hamba Allah, serta keimanan kita akan janji-janji dan ancamanNya, Allah
ta’ala berfirman:
قل بفضل الله وبرحمته
فبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون (يونس 58)
Namun perlu diketahui,
bahwasanya ekspresi senang bagi kaum muslim bukanlah dengan melampiaskan hawa
nafsu dengan berfoya-for a dan sejensinya, bukan pula dengan berkeliling kota
membuat kegaduahan dan mengganggu masyarakat, namun ekspresi senang bagi
seorang muslim adalah dengan melaksanakan perintah Allah ta’ala, dengan
bertakbir selama malam hari raya, menjamu tamu-tamu yang datang berkunjung,
serta berbagai amal ibadah lainnya, kalaupun seorang muslim melakukan
refreshing atau mencari hiburan sekedarnya, maka hal tersebut dibarengi dengan
niat menghilangkan jenuh agar bisa kembali beribadah dengan giat kepada Allah
ta’ala, adapun jika kesenangan tersebut dieskpresikan dengan hal-hal yang
dimurkai oleh Allah ta’ala, maka hal tersebut merupakan kufur nikmat terhadap
Allah ta’ala.
Allahu akbar 3X
Kaum muslimin yang
dirahmati Allah
Sudah kita ketahui
bersama bahwasanya setiap rahmat dan anungrah menuntut rasa syukur kita kepada
Allah ta’ala berikut tindakannya. Dengan syukur inilah, Allah ta’ala telah
menjanjikan kita tambahan nikmat yang telah ia karuniakan kepada kita. Allah
ta’ala berfirman:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
(إبراهيم 7)
Kaum muslimin
rahimakumullah
Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh para ulama, bahwasanya syukur menurut bahasa adalah memuji,
semalam tadi kita telah bersama-sama memuji Allah ta’ala, saling bersahutan
dengan takbir menyambut hari yang fitri ini, sedangkan syukur menurut istilah
syara’ lebih spesifik lagi, para ulama termasuk diantaranya al Syekh Nawawi
Banten dalam kitab beliau nurudz dzolam syarah ‘Aqidatul awwam mendefiniskan
syukur sebagai
صرف العبد جميع ما أنعم
الله به عليه إلى ما خلق لأجله
Yaitu perbuatan seorang
hamba yang memanifestasikan apa yang dikaruniakan oleh Allah ta’ala kepada apa
yang seharusnya menjadi tujuan dari diciptakannya nikmat tersebut, jadi syukur
menurut istilah syariat tidak cukup hanya dengan mengucapkan hamdalah atau
takbir semata di lisan, namun lebih dari itu harus dibuktikan dengan tindakan
nyata.
Sebagai syukur kita
terhadap diri kita yang telah diciptakan oleh Allah ta’ala, kita berkewajiban
mengeluarkan zakat fitrah. Zakat fitrah dikeluarkan sebagai syarat
diterimanya media penyucian diri kita,
setelah sebelumnya kita berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Diriwayatkan
bahwasanya Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صوم شهر رمضان معلق بين
السماء والأرض ولا يرفع إلا بزكاة الفطر
Bahwasanya puasa bulan
Ramadhan masih terkatung antara langit dan bumi, dan tidak akan naik sampai
dibayarkan zakat fitrah. Zakat fitrah utamanya diberikan kepada orang fakir
miskin, sebagai bentuk kepedulian sosial terhadap mereka, agar dihari yang
berbahagia ini mereka dapat merasakan nikmatnya makanan pokok yang biasa kita
konsumsi sehari-harinya.
Kaum muslimin
rahimakumullah
Diantara nikmat yang
patut kita syukuri pula, bahwasanya dalam tradisi kita, hari idul fitri
merupakan momen untuk saling berkunjung dan bersilaturrahmi, saling
bermaaf-maafan diantara sesama, sebuah pemandangan yang turu menambah nilai
eksotis hari idul fitri ini, dalam hal silaturrahmi ini, diriwayatkan
bahwasanya Rasulullah salllallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثلاث من كن فيه حاسبه الله
حسابا يسيرا وأدخله الجنة برحمته قالوا : وما هن يانبي الله بأبي أنت وأمي ؟ قال :
تعطي من حرمك وتصل من قطعك وتعفو عمن ظلمك فإذا فعلت ذلك فإنه يدخلك الجنة برحمته.
Artinya: Ada tiga
perkara, barang siapa mau mengamalkannya niscaya Allah akan menghisabnya dengan
hisab yang ringan dan memasukkannya ke dalam surge dengan rahmatNya. Para
sahabat lalu bertanya: “Apakah perkara tiga itu wahai Rasulullah?” beliau lalu
bersabda:” (Yaitu) kamu mau memberi kepada orang yang tidak pernah memberimu,
dan kamu mau menyambung tali persaudaraan dengan orang yang memutusnya dari
kamu, dan kamu mau memberi maaf kepada orang yang telah menganiayamu. Apabila
kamu telah berbuat seperti itu, niscaya Allah ta’ala akan memasukkanmu ke surga
dengan rahmatNya.
Allahu akbar 3XX walillahilhamd
Kaum muslimin yang
berbahagia
Untuk melengkapi apa yang
pernah kita lakukan dalam tradisi yang mulia ini, maka perlu dikukuhkan makna
bahwa silaturrahmi adalah menghadirkan makna kerinduan dan kasih saying
diantara sesama manusia, yang tidak cukup hanya dengan sekedar basa basi
dzahir, hanya saling mengunjungi belumlah sampai kepada esensi dari
silaturrahmi. Silaturrahmi hendaknya mendekatkan hati seseorang dengan yang
lainnya, mendekatkan orang yang saling bermusuhan menjadi saling menyayangi,
yang saling dendam menjadi saling merelakan. Pertemuan itu bukan jaminan
bersambungnya hati, akan tetapi ternyata silaturrahmi yang sesungguhnya adalah
seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullah salllallahu ‘alaihi wasallam :
لا تدخلون الجنة حتى تؤمنوا
ولا تؤمنوا حتى تحابوا
Artinya: “Kalian tidak
akan masuk surga kecuali kalian beriman, dan kalian tidak akan benar-benar
beriman sampai kalian saling mengasihi
Saling mengasihi itulah
yang menghantarkan keindahan di hadapan Allah ta’ala, yang sering berziarah ke
sana kemari jika tidak menghadirkan makna cinta kasih tersebut adalah pekerjaan
sia-sia. Maka harus ditekankan bahwa ziarah yang kita lakukan secara lahir ada
buahnya, yaitu bertemunya hati dan saling mengasihi, tandanya adalah mudah
memaafkan saudara kita, ikut merasakan sakit yang mereka rasakan, dan merasa
senang atas kegembiraan mereka.
Yang perlu diperhatikan
lagi, hal yang terpenting dalam silaturrahmi adalah menyambun kembali
silaturrahmi yang terputus. Interaksi yang sempat merenggang karena dipicu oleh
berbagai hal, silaturrahmi inilah yang dijanjikan dalam agama dengan ganjaran
yang amat besar, serta ancaman yang luar biasa jika dilalaikan. Diriwayatkan
bahwasanya Rasulullah salllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ليس الواصل بالمكافئ، ولكن
الواصل الذي إذا قطعت رحمه وصلها
Bukanlah menyambung
persaudaraan itu membalas kebaikan seseorang, akan tetapi yang dimaksud
menyambung silaturrahmmi itu adalah jika hubungannya diputus ia menyambungnya.
Sebaliknya, ancaman dari
melalaikan esensi dari silaturrahmi adalah dilaknat oleh Allah ta’ala,
sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ
أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ (22) أُولَئِكَ الَّذِينَ
لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ (23) (محمد 22)
Artinya:
……………..
Laknat dari Allah ta’ala
berarti dijauhkan dari rahmatNya yang amat luas. Hal ini dipertegas oleh
Rasulullah